5 Fakta Dolly Chavid, Arsitek di Balik Gang Dolly
Nama besar Gang Dolly di Surabaya, Jawa Timur telah terdengar nyaring hingga pelosok Indonesia. Tak cukup di situ, kompleks prostitusi tersebut bahkan pernah diklaim sebagai tempat “bersenang-senang” kaum pria dewasa terbesar di Asia Tenggara. Seiring dengan ditutupnya lokasi tersebut, Gang Dolly kini beralih fungsi menjadi sentra kerajinan bagi usaha kecil dan menengah.
Meski telah berubah, kisah masa lalu dari lokalisasi tersebut tetap melekat di benak masyarakat. Tak banyak yang tahu, kawasan remang-remang tersebut ternyata merupakan hasil dari sebuah “ide” seorang perempuan keturunan Belanda. Siapakah sosok bule cantik tersebut, simak ulasan lengkapnya.
Awal mula hadirnya lokalisasi gang Dolly
Meski telah berubah, kisah masa lalu dari lokalisasi tersebut tetap melekat di benak masyarakat. Tak banyak yang tahu, kawasan remang-remang tersebut ternyata merupakan hasil dari sebuah “ide” seorang perempuan keturunan Belanda. Siapakah sosok bule cantik tersebut, simak ulasan lengkapnya.
Awal mula hadirnya lokalisasi gang Dolly
Gang Dolly yang terletak di daerah Jarak, Pasar Kembang, Kota Surabaya Jawa timur tersebut, dulunya merupakan komplek pemakaman Tionghoa. Pada era 1960-an, makam-makam Tionghoa tersebut dibongkar seluruhnya untuk dijadikan sebagai pemukiman. Baru pada tahun 1967, para pendatang mulai hadir memenuhi kawasan tersebut.
Seiring berjalannya waktu tempat tersebut kian sukses dan berkembang menjadi kawasan “surga dunia” terbesar di Asia Tenggara. Bahkan boleh dibilang, keberadaanya mengalahkan kompleks prostitusi Phat Phong di Bangkok, Thailand dan Geylang di Singapura.
Mantan wanita malam yang sukses dirikan rumah bordil
Pada tahun 1967, muncullah seorang wanita berdarah Jawa-Filipina di kawasan tersebut. Wanita keturunan yang bernama Dolira Advonso Khavid tersebut, sedikit demi sedikit sukses merubah tempat yang semula hanya pemukiman biasa menjadi kompleks prostitusi terbesar di masanya.
Hal ini terjadi setelah dirinya menikahi seorang pelaut Belanda dan mendirikan rumah bordil pertamanya. Kesukesan tersebut ditandai dengan semakin banyaknya kaum pribumi yang berdatangan dan tertarik dengan “barang dagangan” yang dijajakan oleh tante Dolly.
Kompleks prostitusi modern yang mengadopsi sistem akuarium
Tak disangka, usaha tempat “pemuas syahwat” pria dewasa tersebut mendulang sukses yang luar biasa. Selain lokasinya yang strategis, Dolly Khavid yang sering dipanggil sebagai Tante Dolly tersebut mempunyai cara yang cukup ampuh untuk menarik pelanggan agar berdatangan ketempatnya. Para wanita-wanita tersebut dipajang pada sebuah etalase besar mirip sebuah akuarium. Tamu pun merasa leluasa untuk menentukan pilihannya. Cara tersebut masih terus dipertahankan hingga Dolly ditutup.
Cara tersebut terbukti sukses mengangakat pamor gang dolly menjadi kompleks lokalisasi yang paling banyak dicari oleh para pemburu nafsu sesaat. Keramaian ini dimanfaatkan oleh sebagian orang yang mulai membuka usaha disekitar kompleks lokalisasi tersebut.
Dugaan Tante Dolly yang mempunyai dua kepribadian
Menurut salah seorang warga setempat yang bernama Tukirin, Mami Dolly mempunyai kecenderungan sifat dualisme gender alias menyukai sesama jenis. Hal ini karena dirinya kerap terlihat lebih dekat dengan perempuan dibandingkan laki-laki. Untuk menutup identitasnya itulah digunakan nama Papi Dolly sebagai kedok.
Namun semua pernyataan tersebu sepenuhnya tidak benar. Meski terkenal dengan kecantikannya, ia cenderung nyaman dipanggil sebagai “papi” ketimbang “mami”. Hal ini karena faktor dirinya yang suka “ngemong” orang-orang didekatnya, terutama wanita disekitar kediamannya. Pada tahun 1990-an, tak kurang dirinya menanggung kehidupan 10 orang yang di antaranya adalah perempuan penderita kanker.
Makamnya banyak diziarahi kupu-kupu malam
Kompleks pemakaman Belanda di Kota Sukun, Malang, Jawa Timur menjadi tempat pembaringan terakhir bagi sang “arsitek” lokalisasi tersebut. Pada batu nisan yang tampak kusam tersebut, tertulis kependekan nama dari D.A Chavid atau Dolira Advonso Chavid. Semak belukar disekitar nisan tersebut menandakan bahwa makam tersebut jarang dikunjungi.
Yang menarik, meski sudah lama tiada, pesona tante dolly sebagai pendiri kompleks lokalisasi terbesar di Asia Tenggara tersebut nyatanya masih ada dalam kenangaan para “anak-anaknya”. Tercatat, beberapa rombongan dari Surabaya pernah datang menziarahi makam tersebut. Menurut juru kunci makam, rombongan tersebut merupakan PSK yang selama ini menetap di gang Dolly.
Sepak terjang Dolira Advonso Khavid sebagai pendiri gang Dolly memang telah berakhir, seiring dengan kematian dan ditutupnya kawasan tersebut. Meski meninggalkan kesan negatif, sosok dirinya telah berperan menjadi bagian sejarah di Indonesia, khususnya di wilayah Surabaya. Dari fakta sejarah ini, kita bisa mengambil hikmah bahwa pekerjaan yang haram, sebesar dan sesukes apapun, seiring bergulirnya waktu pada akhirnya akan binasa dengan sendirinya.
0 Response to "5 Fakta Dolly Chavid, Arsitek di Balik Gang Dolly"
Posting Komentar